Class SMPS ada banyak yaitu berdasarkan topologi kerjanya, tetapi yang paling banyak aplikasinya khususnya didunia Audio adalah class Flyback Converter, Half-Bridge dan Full-bridge. Jika ingin mengenal dengan ketiga class SMPS tersebut silakan klik link ini. Terus apa yang membedakan diantara ketiganya itu? secara topologi ada beberapa perbedaan, namun yang paling penting diketahui adalah aplikasinya dalam audio. Nah pertanyaannya mana yang cocok untuk aplikasi audio? cocok untuk sound system lapangan(performance) daya tinggi atau audio rumahan daya rendah?.
Kenapa harus pakai SMPS, bukankah umumnya audio sudah bagus pakai trafo besi biasa? SMPS saat ini mulai naik daun menjadi idola baru dimana yang diyakini memiliki efisiensi yang tinggi, stabilitas lebih baik, dan jauh lebih ringan secara bobot. Tapi untuk mengaplikasikan SMPS untuk audio, sebaiknya wajib mengenal mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan audio.
Tabel konten
Ada banyak topologi pada SMPS, namun berikut yang paling umum khususnya untuk audio. Tapi Mana Yang Cocok untuk Sound lapangan?
Berikut adalah 3 konfigurasi umum pengubah daya(converter) DC-DC yang sering dijumpai di berbagai aplikasi khususnya audio.
SMPS Class Flyback Converter
Jenis SMPS ini termasuk isolated DC-DC converter, menggunakan 1 saklar atau bisa 2 saklar (BJT, mosfet) untuk mendrive trafo flyback atau trafo inti ferit. Siklus kerja (Duty Cycle)hanya berdasarkan tegangan input, tegangan ouput, dan rasio lilitan – bukan dari PWM. Jadi jika lilitan berubah maka siklus kerja juga berubah. Itulah mengapa jenis SMPS ini hanya tergantung kepada lilitan pada trafo flyback.
Kelas SMPS ini banyak dijumpai pada aplikasi seperti PSU televisi, komputer, charger laptop/Hp, atau aplikasi yang membutuhkan multiple output. Cocok untuk aplikasi daya rendah 0-100W dan keluaran arus 10A kebawah.
Banyak beredar skema SMPS Gacun, nah jenis ini menggunakan 1 buah mosfet dan PWM dari gacun dan mungkin contoh dari aplikasi topologi ini untuk audio.
SMPS Half-bridge Atau HB
Secara mendasar, Hal-bridge menggunakan 2 saklar solid state seperti Mosfet yang bekerja on-off secara bergantian, yang berdasarkan topologi forward converter yang bisa ditingkatkan ke tingkat daya yang lebih tinggi. Topologi ini jika dibanding Flyback, ia memiliki masalah dengan arus tembus yaitu apabila kedua saklar sama-sama ON maka akan terjadi arus tembus yang menyebabkan short. Untuk mengatasi hal ini maka perlu ada waktu OFF diantara antara waktu aktif kedua saklar, ini yang membatasi duty cycle menjadi maksimal 45%. Half-bridge membautuhkan kapasitor input memiliki nilai yang sama dan bertindak sebagai pembagi tegangan dan filter input. Jika ingin riak tegangan kecil maka membutuhkan kapasitor yang besar.
Aplikasi untuk Hal-bridge umumnya untuk aplikasi daya menengah hingga tinggi 100W-400W dan arus keluaran 10A keatas.
Jadi jika kamu membangun power amplifier dengan supply SMPS berkekuatan 100-400W, mungkin HB lebih cocok karena selain lebih sederhana dari Full bridge dan lebih murah juga sesuai dengan kebutuhan. Half-bridge ini lawan dari Fullbridge.
SMPS Full-Bridge Atau FB
Topologi full-bridge menggunakan empat sakelar, gulungan primer trafo dihubungkan secara bergantian ke suplai, pertama dengan polaritas normal lalu kemudian dengan polaritas dibalik. Ini secara efektif akan menggandakan tegangan di gulungan primer, dan lebih sedikit membutuhkan lilitan pada gulungan sekunder.
Class SMPS Full-bridge bisa digunakan untuk daya yang sangat tinggi bahkan bisa hingga 2-5kW. Sakelar yang digunakan seringkali IGBT bukan Mosfet pada jenis konverter berdaya yang sangat tinggi karena biasanya memiliki kerugian yang lebih rendah daripada MOSFET. Ketika salah satu pasangan sakelar diaktifkan, maka gulungan primer dihubungkan langsung melintasi suplai DC input. Saat pasangan sakelar bergantian, hubungan ke primer dibalik. Tegangan yang dihasilkan Full-bridge dua kali daripada Half-bridge.
Full-bridge dan Half-bridge cocok untuk daya tinggi dan sering dijumpai pada penggunaan industri seperti mesin las listrik atau UPs.
Full-bridge lebih kompleks daripada Hal-bridge, mahal namun lebih efisien daripada half-bridge, jadi jika untuk audio ini yang sangat cocok untuk power audio lapangan daripada half-bridge.
Kesimpulan
Pada intinya semua SMPS bagus, hanya saja ketika disesuaikan dengan kebutuhan dan aplikasi yang sesuai. Merakit SMPS bagi pemula(termasuk saya) untuk power daya tinggi bukanlah sesuatu yang bersahabat. Hal ini karena butuh banyak pemahaman tentang daya listrik, frekwensi dan gelombang. Pengaturan harus benar karena kesalahan sedikit bisa menyebabkan meleduk 😀 hal ini harus dikonfigurasi dengan baik.
Umumnya SMPS diaplikasikan untuk jenis driver Class D, dan memang menurut saya cukup klop. Dimana selain sama-sama switching dan ada unsur digitalnya juga pada penggunaan pengontrol juga sama rumitnya. 😀 . Class D umumnya lebih cocok untuk mendrive speaker sub-woofer, ini bukannya tanpa alasan karena kurang linier jika dipakai untuk mid-hi sekaligus membuthkan power yang tinggi. Secara fisik, SMPS lebih ringan bobotnya dan power class D lebih kecil dan ringan karena tak membutuhkan banyak heatsink dan deretan final amplifier. Jadi SMPS dan Power Class D akan menghasilkan sebuah power amplifier yang berukuran kecil, ringan namun berdaya sangat tinggi.
Apakah SMPS yang banyak dijual dipasaran itu bagus dan bisa awet dan memang berdaya sesuai dengan iklan?(pertanyaan umum). Wah kalau ini tak bisa dijawab kecuali dengan pengujian sebelumnya. Bagaimana dengan frekwensi apa sudah pas? sudah seimbang? pengaturan semua sudah baik? Ya harus diteropong dulu oleh yang ahli soal elektronika daya. Yang penting dicoba dulu aja deh.